DIMANAKAH MENCARI BAHAGIA ??


Oleh : Muhammad Zubaeri

                Dalam sebuah acara-acara televisi ada banyak kisah, cerita, dongeng dan entah apapun itu namanya, yang intinya mencari jati diri yang sesungguhnya. Tapi sayang, dalampencarian tersebut lebih banyak diisi dengan permusuhan, kisah cinta yang merebutkan si tampan dan si cantik, mencari kedudukan dan kekuasaan bahkan hanya sekedar membuat sensasi, pencitraan, istilah tren sekarang.
                Padahal kalau kita lebih sabar memperhatikan, sedikit berfikir yang ditambah dengan perenunagan pasti anda akan menemukanbahwa semua kisah dalam televisi merujuk pada pencarian kebahagiaan dalam hidup.
                Tak hanya dalam televisi, dalam kehidupan kita sehari-haripun berperan hal yang sama. Sakit hati, rindu,iri dan dengki, rasa cinta, sedih, perebut kuasa, menghormati orang tua, menghargai pasangan kita, mencintai anak-anak kecil dan ta’dhim pada guru. Dan masih banyak lagi peran-peran lain yang gak bisa saya tuliskan.
                Lalau pertanyaannya, dimanakah mencari bahagia sebenarnya? Bagi para kyai, santri, akademisi, praktisi, petani, pedagang bahkan pemulung sekalipun akan meliliki definisi dan pengertian berbeda. Tetapi secara umum, kebahagian itu banyak tergantung pada persepsi, konsepsi, hingga tujuan yang diinginkan oleh seseorang. Begitu susahnya mencari bahagia ?
                Harus kita akui, bahagia terkait dengan hati, perasaan dan suasana yang dialami masing-masing orang. Makanya bahagia tak bisa diklaim. Tetapi ada bahagia yang bersifat unuversal (umum) yakni bahagia manusia yang tidak ada salah dengan manusia lain, bahagia karena sesuai dengan lingkungannya dan taat kepada apa yang diyakininya. Bahagia itu yang masing-masing manusia mencoba mengharmoni.
                Mari kita bahas hal-hal yang mempengaruhi kebahagiaan di atas, pertama, asumsi. Hal ini terkait dengan perspektif orang dalam melihat segala sesuatu. Misalnya, bahagia itu punya hp bagus, rumah besar, mobil terbaru, fasion yang selalu up date. Maka ia akan selalu berusaha mengejarnya. Hingga semua asumsi itu tercapai dan bahagia. Bila tidak ia akan selalu merasa sengsara.
                Kedua, konsepsi. Hal ini terkait dengan keinginan yang sudah di bulatkan yang merupakan hasil dari pemikiran, dialog, bertemu dengan banyak hal  dan banyak orang. Kemudian diambil kesimpulan, hidup bahagia itu begini dan begitu. Tapi ia tak manyadari bahwa masa datang tak sepenuhnya bisa di konsepsikan. Konsep boleh, tetapi peluang untuk menerima konsep baru haris terus dibuka lebar. Sehingga konsep hanyalah awal kesimpulan yang bisa diikhtiari terus menerus. Dengan begitu, bahagia bukan dalam konsep, tetapi bahagia ada pada nilai ikhtiar kita yang membawa kebahagiaan bagi diri dan orang lain.
                Ketiga,tujuan hidup. Tentua akan berbeda, orang yang hidup bertujuan untuk hidup itu sendiri, dengan tujuan orang hidup untuk lingkungannya atau hidup untuk mengabdi ke pada Allah misalnya. Tujuan tersebut akan mempengaruhi pola hidup, tata cara hidup hingga ikhtiar yang dilakukan dalam hidupnya.
                Misalnya, terkait dengan tujuan hidup. Tujuan petani agar sawahnya panen dengan bagus, pastilah dia akan rajin pergi ke sawah, merawat sawah, memberi pupuk hingga menjaga diri santapan burung-burung ketika sawah sudah menguning. Begitu pula, dengan orang jutuan hidupnya bagaimana bisa menghasilkan materi atau uang. Tak terlepas pula, bagi orang yang hidupnya untuk ngengabdi kepada Allah, ia akan selalu taat pada syariat, sebisa mungkin mengikuti rasulnya dan hidupnya selalu mengingat Allah. Itu semua, tak lain agar masing-masing tujuan hidup bisa tercapai.
                Terakhir,pertanyaannya, di mana kebahagiaan itu di cari ? Dengan apa kebahagiaan itu bisa tercapai ? Dengan sarana apa kabehagian itu bisa dilalui ? Kerena Islam tak hanya mementingkan kebahagian dunia saja, tapi juga akhirat. Kita selalu berdo’a “Robbana atina fiddunya khasanah, wafil akhiroti khasanah”. Jadi seimbangan, dunia atau akhirat dan akhirat sebagai keseimbangan dunia.
                Sesuai dengan pengetahuan yang ingin saya praktekkan, bahwa Islam mengajarkan semua, bahagia salah satunya, dan kita yakini itu. Kebahagiaan itu berawal dari asumsi. Dalam Islam, asumsi bukan khayali tapi petunjuk yang terdapat pada firman dan sabda nabi. Sehingga kita bukan menjalankan asumsi yang kita bangaun secara akal semata, tetapi kita menjalankan petunjauk yang sampai pada kiata yang mampu masuk dalam pengelola pengetahuan kita. Sembari kita selalu mengevaluasi pada firman dan sabda.
                Konsep bahagia pun adalah suatu yang given (pemberian) Tuhan, dimana kita hanya sedang melaksanakan. Tinggal bagaimana konsep tersebut tidak bertentangan dengan akal sehat dan kebudayaan (tradisi). Jadi satu sisi pemberian, disisi lain harus kita kelola dengan kenyataan dalam kehidupan. Jadi adil, dinamis, bukan lagi paksaan, karena manusia adalah makhluk sadar waktu dan sadar keberadaan.
                Tujuan bahagia, dalam islam hanya ada dua. Satu, sebagai Kholifah yang mewakili hidup dan kehidupan dunia. Dua, sebagai hamba yang selalu taat dan tawakal kepada Allah. Lagi-lagi, tujuannya jelas. Apalagi jaminan kebahagiaan tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Dan itu di jamin. Apakan anda ungin bahasia ? Anda lah yang bisa menjawab !!.

0 Response to "DIMANAKAH MENCARI BAHAGIA ??"

Posting Komentar